Hampir dua tahun pandemi ini memang membuat saya jarang mengenal anak-anak didik saya. Selama pandemi sulit sekali dapat mengenal anak lebih dalam. Meskipun ada Google Meet untuk tatap maya dalam pembelajaran, tetapi komunikasi dengan anak tidak semudah tatap muka di kelas. Setelah diberlakukan PTM 50%, intensitas untuk bertemu dengan anak menjadi lebih sering.
Aku mengenalnya tidak sengaja. Siang itu setelah aku mengimami kegiatan sholat dhuhur berjama'ah di masjid sekolah, ada insiden seorang muridku kehilangan smartphone. Aku berusaha mencari tahu kejadian itu dengan segera berlari ke bawah menuruni tangga masjid.
Satu anak laki-laki yang sedang ditanya-tanya temannya nampak menahan tangis. Matanya sembab kemerahan terlihat jelas, beberapa tetes air mata nampak bekas diseka dari wajahnya. Aku langsung bertanya: "Siapa namamu?, Kok bisa hilang HP kamu? Emang ditaruh dimana kok bisa ilang? Ada yang ngliat apa ngga?" Aku memberondong dengan banyak pertanyaan.
Diberondong pertanyaan seperti itu, yang menjawab teman yang berada di sebelahnya. Temannya menceritakan bahwa HPnya Viko ditaruh disaku tas ransel. Saat sholat tas ranselnya ternyata ditinggal diluar masjid dekat dengan pintu masuk. Masjid sekolah sebenarnya terletak di lantai 2, di atas ruang kelas IX-A dan IX-B. Artinya memang masjid tidak diperuntukan untuk umum, namun seringkali ketika sholat dhuhur berjama'ah ada saja warga yang ikut sholat.
Rupanya memang ada orang yang sengaja datang ke Masjid sekolah untuk berpura-pura sholat. Sebelum sholat usai orang tersebut sudah turun dan mengambil barang berharga jama'ah. Dan hari itu Viko menjadi korban orang yang berpura-pura datang ke Masjid untuk sholat, tetapi niat sebenarnya adalah mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Aku langsung mengambil langkah untuk membawa muridku tersebut ke ruang Tata Usaha. Aku panggil rekan pemegang barang untuk dapat diberi pinjaman Tablet. Sekolah memang memiliki banyak Tablet yang diperuntukan untuk pembelajaran. Tablet ini bantuan dari Kemdikbud. Tidak hanya tablet, tetapi semua tablet sudah diberi Kartu Perdana agar dapat langsung terus digunakan.
Aku bilang ke Viko: "Vik... ini kamu dipinjami Tablet sekolah ya... Nanti bicara baik-baik ke orang tua kamu, bahwa HP kamu hilang saat sholat". Viko mengangguk tanda setuju, meskipun mungkin hatinya masih tidak karuan dan ketakutan dimarahi orang tua sebab HPnya memang belum lama dibelikan Ayahnya yang hanya seorang kuli bangunan di Jakarta.
Setelah semua urusan selesai, Aku berpesan lagi ke Viko. "Viko... HP kamu memang hilang pada saat kamu sholat berjama'ah, tetapi hal ini jangan sampai membuat kamu berhenti mengikuti sholat jama'ah dan datang ke Masjid ya... Ini ujian buat kamu untuk melatih kesabaran. Sholat jama'ah itu memang berat ujianya dan kamu harus bersabar." Viko kembali mengangguk.
Aku kemudian meminta bantuan Mas Rijal guru BKnya Viko untuk mengantar pulang. Kebetulan arah pulangnya sama denga rumah Viko. Tetapi ternyata Mas Rijal kemudian mengajak Mas Dio untuk mengantar bareng Viko.
Setelah kejadian tersebut Aku tidak lagi terlalu memperhatikan Viko. Memang beberapa kali Aku ketemu Viko usai sholat Dhuhur di masjid Sekolah, tetapi hanya menyapa dan tersenyum. Saya hanya berucap syukur dalam hati bahwa Anak ini ternyata tidak surut semangatnya untuk tetap sholat dhuhur berjama'ah sebelum pulang dari sekolah.
=================
Sampai akhirnya hari ini, Aku ketemu dengan Mas Dio yang bercerita bahwa beberapa hari yang lalu bertemu dengan Viko di jalan ketika sedang perjalanan pulang. Aku terus bertanya ke Mas Dio: "Memangnya si Viko ngga dijemput? dulu katanya dijemput saudaranya kalau pulang sekolah."
Kemudian temanku ini menceritakan secara detail tentang Viko. Sudah beberapa pekan ini memang tidak lagi diantar jemput ke sekolah. Paling sering pulangnya jalan kaki dengan teman satu desanya di SMPN 9 Purwokerto. Padahal jarak SMP 2 ke SMP 9 itu lumayan jauh, sepertinya lebih dari 2 km mungkin sampai 3 km. Setelah itu SMP 9 ke desanya Viko juga hampir sama jaraknya. Dan kedua anak itu jalan kaki.
Aku juga dulu jalan kaki waktu SMP, jarak dari rumah ke sekolah saat itu lebih dari 2 km. Tapi era tahun 80 - 90an anak sekolah jalan kaki itu biasa. Kalau era sekarang ini jarang sekali anak yang jalan kaki untuk ke sekolah. Kebanyakan anak sekarang lebih memilih untuk naik ojek online atau minta diantar orang tua.
Aku kemudian bilang ke Mas Dio: "Mas kalau gitu kita belikan sepeda aja buat Viko" Mas Dio tersenyum: "Udah telat Pak War... udah ada yang ngasih Viko sepeda kemarin." Aku kecewa tetapi juga senang sudah ada bantuan untuk Viko agar bisa ke sekolah tidak jalan kaki.
Anak seperti Viko ini langka banget zaman sekarang. Di saat anak lain mendengar adzan berkumandang dan mereka memilih untuk tetap ngobrol ngalor ngidul di kelas atau di selasar sekolah, bahkan ada pula yang asyik nge game. Tetapi Viko tetap mendatangi Masjid untuk sholat berjamaah, meskipun rumahnya jauh dan pulangnya jalan kaki. Sementara yang lain hanya menunggu orang tua menjemput sambil melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat.
Tapi bukan hanya itu kisah tentang Viko. Ada yang lebih menarik dari sekedar semangat dia untuk jalan kaki ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh. Ditengah-tengah kekurangan dan keterbatasan fasilitas dari orang tua Viko justru mengembalikan Tablet milik sekolah. Salah satu alasannya adalah takut kalau barangnya rusak dan nantinya tidak bisa mengembalikan. HP satu-satunya milik orang tuanya diberikan ke Viko untuk tetap mengikuti pembelajaran secara online.
Sungguh saat sekarang ini jarang sekali menjumpai orang yang memiliki sifat zuhud dan 'iffah. Apalagi dimiliki oleh seorang anak sekolah. Kebanyakan anak sekarang bahkan tidak peduli apakah orang tuanya mampu atau tidak. Tetapi Viko sosok yang berbeda. Aku sangat yakin bahwa suatu saat Viko akan menjadi orang yang sukses. Anak yang banyak mendapat tempaan pasti akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan sukses. Semoga....
No comments:
Write komentar